Jumat, 27 November 2015

aqidah ahlak



BAB II
PEMBAHASAN
A.    MENGENAL DZAT DAN SIFAT ALLAH

v  Dzat Allah
“ Sesungguhnya AKU ini adalah ALLAH, TIDAK ADA TUHAN (yang hak) selain AKU, maka SEMBAHLAH AKU dan DIRIKANLAH SHALAT UNTUK MENGINGAT AKU ”  
[At -Thaahaa : 14]
DZAT yang berdiri sendiri tanpa adanya ketergantungan kepada mahluk lain ciptaan-Nya, berbeda dengan manusia yang membutuhkan Allah, untuk bisa selamat di kehidupan Dunia dan Akhirat, adanya Alam semesta, Dunia, Arasy, Malaikat, Idajil/Azazil, Iblis, Setan, Jinn dan Manusia, dan semua ciptaan-Nya yang ada, adalah karena akibat dari adanya Dzat Yang Maha Suci.
"FIKIRKANLAH OLEHMU SIFAT ALLAH DAN JANGAN KAMU MEMIKIRKAN AKAN DZAT-NYA.  ALLAH MELIPUTI SEGALA SESUATU "
[Al-Fushilat : 54]
"FIKIRKANLAH MENGENAI SEGALA APA YANG DI CIPTAKAN ALLAH, TETAPI JANGANLAH KAMU MEMIKIRKAN TENTANG DZAT ALLAH.." 
[HR Abu Syeikh]

§  Sifat Sifat Allah
Sifat-sifat Allah adalah sifat sempurna yang yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat-sifat Allah wajib bagi setiap muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Maka, wajib juga dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh dan perlu diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah merupakan lawan kepada sifat wajib.

Sifat wajib terbagi empat bagian yaitu
·         Nafsiyyah
·         Sifat Salbiyyah
·         Ma'ani
·         Ma'nawiah

ü  Sifat Nafsiyyah
Sifat Nafsiyyah adalah : Sifat yang menetetapkan adanya Allah dan menunjukkan kepada ZatNya Allah  tanpa ada sesuatu tambahan pada Zat.
Maksud sifat yang tetap adalah : Adanya sifat tersebut pada Zat Allah yang menunjukkan Allah itu ada, bukan seperti sifat salbiyah, sebab sifat salbiyyah tidak tetap pada Zat, tetapi hanya menolak sifat-sifat yang tidak patut dan layak kepada ZatNya Allah s.w.t.Dan maksud tanpa ada sesuatu tambahan pada Zat adalah : Sifat Nafsiyyah ini bukanlah tambahan pada Zat, Sifat Nafsiyyah tidak seperti sifat Ma`ani yang mana sifat Ma`ani tambahan dari ZatNya.
Adapun sifat Nafsiyyah adalah sifat WujudNya Allah s.w.t, dengan maksud bahwa wujudnya Allah itu adalah tetap pada ZatNya Allah dan bukan tambahan dari Zat Allah.
Allah berfirman :
Artinya : ”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia beristawa di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.( Al-A’râf: 54).

Maka wajib Allah bersifat Wujud, mustahil bersifat Allah tidak ada


ü   Sifat Salbiyyah
Sifat Salabiyyah adalah sifat yang menolak segala sifat-sifat yang tidak layak dan patut bagi Allah s.w.t, sebab Allah Maha sempurna dan tidak memiliki kekurangan.
Sifat Salbiyyah ada lima sifat :
1 - Qidam
 Sifat Qidam menolak adanya permulaan bagi Allah s.w.t , dengan kata lain adanya Allah s.w.t tidak didahului oleh tidak ada, mustahil bagi Allah bermula dengan tidak ada. Allah berfirman :
Artinya : “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
2 - Baqa`
Sifat Baqa` menolak adanya kesudahan dan kebinasaan Wujud Allah s.w.t, mustahil bagi Allah bersifat Fana` atau binasa. Allah berfirman :
Artinya : ”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
3 - Mukhalafatu Lil Hawadith
Mukhalafatu Lil Hawadith ( Berbeda dengan yang baharu ) adalah sifat yang menolak adanya persamaan Zat, Sifat dan Perbuatan Allah dengan Zat, sifat dan perbuatan baharu, dengan makna lain Allah tidak seperti makhluknya.
Allah berfirman :
Artinya : ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura : 11).
4 - Qiyamuhu Bi Nafsih
Qiyamuhu Bi Nafsih ( Berdiri Allah dengan sendiri-Nya ), sifat ini menolak adanya Allah berdiri dengan yang lainnya, dengan makna lain, Allah tidak memerlukan bantuan dan pertolongan dari yang lainnya, bahkan Allah berdiri sendiri, tidak memerlukan pencipta sebab Dia Maha Pencipta, tidak memerlukan pembantu sebab Dia Maha   Kuasa, tidak memerlukan tempat sebab Dia yang menjadikanya, tidak memerlukan waktu dan masa sebab di kekuasaan-Nyalah waktu dan masa.
Artinya : ”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6)
5 – Wahdaniyyah
Wahdaniyyah ( Esa ), maknanya adalah Allah memiliki yang Maha Esa, Esa pada Zat, Esa padasifat dan Esa pada perbuatan,


sifat ini menolak adanya Kam yang lima :
1.      Apa
2.      Dimana
3.      Bagaimana
4.      Mengapa
5.      Kenapa
Dengan kata lain Allah tidak memiliki Zat Esa, tidak ada seorang makhluk pun yang sama Zatnya dengan Allah, Allah memiliki Sifat yang Esa, tidak ada seorang pun yang bersifat dengan sifat Allah, Allah memiliki perbuatan yang Esa, tidak ada di dunia ini yang sama perbuatannya dengan Allah.
Allah berfirman :
Artinya : “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).
ü  Sifat Ma`ani
Sifat Ma`ani adalah sifat yang keberadaannya berdiri pada Zat Allah s.w.t yang wajib baginya hukum.
Sifat ini terdiri dari tujuh sifat.
1 - QudrahQudrah ( Maha Kuasa ) adalah sifat yang azali yang berada pasti pada Zat-Nya Allah s.w.t yang Kuasa menjadikan dan menghancurkan setiap yang mungkin sesuai dengan Iradah-Nya.
Allah berfirman :
Artinya : ”Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (al-Fatir: 44)

2 – Iradah ( Maha Berkehendak ) adalah sifat azali yang berada pada Zat-Nya Allah s.w.t menentukan sesuatu yang mungkin dengan sebahagian  yang boleh terhadapnya, seperti Allah menentuka bahwa Zaid pintar dan Ziyad bodoh.
Allah berfirman :
Artinya : ” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).
3 - Ilmu ( Maha Mengetahui ) adalah sifat Qadim yang berada pada Zat-Nya Allah s.w.t Mengetahui seluruh sesuatu  yang bersangkut paut dengan sekalian yang wajib, mustahil, dan yang boleh tanpa didahului oleh sesuatu yang menutupi pengetahun-Nya.
Allah berfirman :
Artinya : “Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59]
4 – Hayat ( Maha Hidup ) adalah sifat yang Qadim berdiri pada Zat Allah s.w.t yang Maha Hidup, dengan adanya sifat Hayat menetapkan dan mengkuatkan adanya sifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Sama`, Bashar dan Kalam, hidupnya Allah yang kekal dan abadi.
Allah berfirman :
Artinya : ”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255).
5 - Sama` ( Maha Mendengar ) adalah sifat yang qadim berdiri pada Zat-Nya Allah s.w.t yang Maha Mendengar dari seluruh yang ada baik suara ataupun selainnya.
Allah berfirman :
Artinya : “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku Maha mendengar dan Maha melihat”. (Thaha: 46).
6 - Bashor ( Maha Melihat ) adalah sifat yang qadim yang berdiri pada zat Allah s.w.t Maha Melihat segala sesuatu yang ada, baik yang jelas, yang tersembunyi, maupun yang samar-samar.
Allah berfirman :
Artinya : “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (as-Syura: 11).
7 - Kalam ( Maha Berbicara ) adalah sifat yang qadim yang berdiri pada Zat-Nya Allah yang Maha berbicara tanpa menggunakan huruf dan suara, tanpa i`rab dan dan bina` dan Maha suci dari sifat-sifat kalam yang baharu.
Allah berfirman :
Artinya : ”…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”. (An-Nisâ: 164).
ü Sifat Ma`nawiyyah
Sifat Ma`nawiyah adalah sifat-sifat yang melazimi dari sifat Ma`ani, dengan kata lain sifat Ma`nawiyah adalah sifat yang wujud disebabkan adanya sifat Ma`ani, seperti Allah memiliki sifat kuasa, maka lazimlah Allah itu keadaannya Kuasa.
Sifat Ma`nawiyah terdiri dari tujuh sifat :
1 - Kaunuhu Qaadiran                                   2 - Kaunuhu Muridan
3 - Kaunuhu `Aliman                                     4 - Kaunuhu Hayyan
5 - kaunuhu Sami`an                                      6 - Kaunuhu Bashiran
7- kaunuhu Mutakalliman.
.B. TAUHID AL-ULUHIYYAH

Maksud Tauhid al-Uluhiyyah ialah kita mentauhidkan Allah dalam peribadatan atau persembahan. Allah SWT mengutuskan para rasul bertujuan menyeru manusia  menerima Tauhid al-Uluhiyyah. Firman-firman Allah SWT yang berikut membuktikan hal tersebut:
 
“Dan Kami tidak mengutuskan seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahawasanya tiada tuhan melainkan Aku, maka kamu sekelian hendaklah menyembah Aku.” (Al-Anbiya’: 25)
 “Dan sesungguhnya Kami telah utuskan pada setiap umat itu seorang rasul (untuk menyeru): Sembahlah Allah dan jauhilah Taghut.”  (An-Nahl: 36)
“Dan sesungguhnya Aku telah utuskan Nuh (nabi) kepada kaumnya, lalu dia berkata (menyeru): Wahai kaumku, hendaklah kamu menyembah Allah, (kerana) sesekali tiada tuhan melainkan Dia.”  (Al-Mu’minun: 23)

Cetusan rasa cinta kepada Allah
Menyembah atau beribadah kepada Allah dapat dilaksanakan apabila tercetus rasa cinta yang suci kepada Allah dan rela (ikhlas) menundukkan diri serendah-rendahnya kepada-Nya. Seseorang hamba itu disifatkan sedang menyembah Allah apabila dia menyerahkan seluruh jiwa raga kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah, berpaut kepada ketentuan Allah, meminta (mengharap) serta memulang (menyerah) sesuatu hanya kepada Allah, berjinak-jinak dengan Allah dengan cara sentiasa mengingati-Nya, melaksanakan segala syariat Allah dan memelihara segala perlakuan (akhlak, perkataan dan sebagainya) menurut cara-cara yang diredhai Allah.
‘Ubudiyyah yang semakin bertambah
Pengertian ‘ubudiyyah (pengabdian) kepada Allah akan bertambah sebati dan hebat kesannya dalam kehidupan manusia apabila semakin mendalam pengertian dan keinsafannya tentang hakikat bahawa manusia itu terlalu fakir di hadapan Allah.Manusia sentiasa bergantung dan berhajat kepada Allah.Manusia tidak boleh terlupus daripada kekuasaan dan pertolongan Allah walaupun sekelip mata.

Begitu juga dengan cinta atau kasih (hubb) manusia kepada Allah dan rasa rendah diri (khudu’) manusia kepada Allah yang akan bertambah teguh apabila semakin mantap ma’rifat dan kefahamannya terhadap sifat-sifat Allah, Asma’  Allah al-Husna (sifat-sifat Allah yang terpuji), kesempurnaan Allah dan kehebatan nikmat kurniaan Allah.
Semakin terisi telaga hati manusia dengan pengertian ‘ubudiyyah terhadap Allah semakin bebaslah dia daripada belenggu ‘ubudiyyah kepada selain daripada Allah. Seterusnya dia akan menjadi seorang hamba yang benar-benar tulus dan ikhlas mengabdikan diri kepada Allah. Itulah setinggi-tinggi darjat yang dapat dicapai oleh seseorang insan.
Allah telah menggambarkan di dalam al-Qur’an keadaan para rasul-Nya yang mulia dengan sifat-sifat ‘ubudiyyah di peringkat yang tinggi.Allah telah melukiskan rasa ‘ubudiyyah Rasulullah SAW pada malam sewaktu wahyu diturunkan, ketika baginda berda’wah dan semasa baginda mengalami peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Firman Allah SWT:
“Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.” (An-Najm: 10)
“Dan ketika berdiri hamba-Nya (Muhammad) untuk menyembah-Nya (beribadat), hampir saja jin-jin itu mendesak-desak mengerumuninya.” (Al-Jin: 19)
“Maha Suci Allah yang memperjalankan hambanya (Muhammad) pada suatu malam dari Masjid al-Haram  ke Masjid al-Aqsa.” ( Al-Isra’: 1)
C. TAUHID AR-RUBUBIYYAH

Tauhid Ar-Rububiyyah bermakna beri’tiqad bahawa Allah SWT  bersifat Esa, Pencipta, Pemelihara dan Tuan sekelian alam. Tauhid al-Uluhiyyah pula bermakna menjadikan Allah SWT sahaja sebagai sembahan yang sentiasa dipatuhi.
Pengertian lanjut Tauhid ar-Rububiyyah
Antara pengertian kalimah Rabb  ialah:
1.    As-Sayyid (Tuan)
2.    Al-Malik (Yang Memiliki)
3.    Pencipta
4.    Penguasa
5.    Pendidik
6.    Pengasuh
7.    Penjaga
8.    Penguatkuasa.

Ø  Allah juga Bersifat Mutlak
Manusia, jika dia bersifat seperti memiliki dan berkuasa, maka sifatnya itu sementara.Segala sesuatu di alam ini kepunyaan Allah.Apa yang dimiliki makhluk hanyalah bersifat pinjaman dan majaz (kiasan). Hanya Allah sebagai Rabb al-’Alamin (Rabb sekelian alam) dan mempunyai segala sifat kesempurnaan.Dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna mengakibatkan seluruh makhluk bergantung kepada-Nya, memerlukan pertolongan-Nya dan berharap kepada-Nya.
Manusia, jika dia cerdik, bijak dan pandai, maka semuanya itu datang dari pada Allah.Segala kekayaan dan penguasaan manusia bukanlah miliknya yang mutlak tetapi datang daripada Allah.Manusia dijadikan hanya sebagai makhluk.Dia tidak memiliki apa-apa melainkan setiap kuasa, tindak-tanduk, gerak nafas dan sebagainya datang daripada Allah. Dialah Maha berkuasa, mencipta, menghidup dan mematikan.Dia berkuasa memberikan manfaat dan mudarat.Jika Allah mahu memberikan manfaat dan kelebihan kepada seseorang, tiada siapa mampu menghalang atau menolaknya. Jika Allah mahu memberikan mudarat dan keburukan kepada seseorang seperti sakit dan susah, tiada siapa dapat menghalang atau mencegahnya.
Oleh itu hanya Allah sahaja ‘mutafarriq’, bermakna hanya Allah yang berkuasa untuk memberikan manfaat atau mudarat.
Firman Allah SWT:
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, maka tiada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dialah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”(Al-An’am: 17)
Dengan sifat-sifat Allah tersebut, maka timbullah kesan tauhid kepada seseorang.Dia hanya takut kepada Allah, dan berani untuk bertindak melakukan sesuatu kerana keyakinannya kepada Allah.
Ø  Manusia bersifat fakir
Manusia di dunia ini bersifat fakir (tidak memiliki apa-apa), sebaliknya sentiasa memerlukan pertolongan Allah. Firman Allah SWT di dalam Al-Hadith Al-Qudsi:
“Hai manusia, kamu semua  berada di dalam kesesatan kecuali mereka yang Aku berikan taufiq dan hidayah kepadanya. Oleh itu mintalah hidayah daripada-Ku.”
“Hai manusia, kamu semua lapar, kecuali mereka yang aku berikan makan, oleh itu mintalah rezeki daripada-Ku.”
“Hai manusia, kamu semua telanjang kecuali mereka yang Aku berikan pakaian. Oleh itu mohonlah pakaian daripada-Ku.”
Ø  Sifat Fakir dan Sifat Kaya
Berhajatkan sesuatu adalah sifat semua makhluk. Manusia, haiwan, tumbuh-tumbuhan dan makhluk lain berhajatkan kepada Allah. Oleh itu semua makhluk bersifat fakir. Allah Maha Kaya.Dia tidak berhajat kepada sesuatu. Jika manusia memiliki keyakinan ini maka dia akan sentiasa berbaik sangka terhadap Allah.
Firman Allah SWT:
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah, Dialah Yang Maha Kaya (yang tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 15)
Fakir adalah sifat yang zati bagi setiap makhluk ciptaan Allah.  Kaya adalah sifat yang zati bagi al-Khaliq (Pencipta).
Ø  Dalil-Dalil Tauhid ar-Rububiyyah
Banyak dalil menunjukkan bahawa Allah itu Maha Esa dan tiada sesuatu menyamai Allah dari segi Rububiyyah. Antaranya:
1.      Lihatlah pada tulisan di papan hitam, sudah pasti ada yang menulisnya. Orang yang berakal waras akan mengatakan bahawa setiap sesuatu pasti ada pembuatnya.
2   Semua benda di alam ini, daripada sekecil-kecilnya hinggalah sebesar-besarnya, menyaksikan bahawa Allah itu adalah Rabb al-’Alamin.Dia berhak ke atas semua kejadian di alam ini.
1.      Susunan alam yang mengkagumkan, indah dan tersusun rapi adalah bukti Allah Maha Pencipta. Jika alam boleh berkata-kata, dia akan menyatakan bahawa dirinya makhluk ciptaan Allah. Orang yang berakal waras akan berkata bahawa alam ini dijadikan oleh satu Zat Yang Maha Berkuasa, iaitu Allah. Tidak ada orang yang berakal waras akan menyatakan bahawa sesuatu itu boleh berlaku dengan sendiri.

Begitulah hebatnya Ilmu Allah.Pandanglah saja kepada kejadian manusia dan fikirkanlah betapa rapi dan seni ciptaan-Nya. Terdapat seribu satu macam ciptaan Allah yang memiliki sifat yang berbeza-beza antara satu sama lain. Semuanya menunjukkan bahawa Allah adalah Rabb yang Maha Bijaksana.

Ø  Fitrah mengakui Rububiyyah Allah
Berikrar dan mengakui akan Rububiyyah Allah adalah suatu perkara yang dapat diterima. Hakikat ini terlintas dalam setiap fitrah manusia. Meskipun seseorang itu kafir, namun jauh di lubuk hatinya tetap mengakui Rububiyyah Allah SWT.

Firman Allah SWT:
“Dan jika kamu bertanyakan mereka tentang: Siapakah pencipta mereka? Nescaya mereka menjawab: Allah.” (Az-Zukhruf: 87)
“Dan jika kamu bertanyakan mereka tentang:  Siapakah pencipta langit dan bumi?  Nescaya mereka menjawab: Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa dan Yang Maha Mengetahui.”(Az-Zukhruf: 9)
Tidaklah susah  untuk membuktikan Rububiyyah Allah SWT. Fitrah setiap insan adalah buktinya.Manusia yang mensyirik dan mengkufurkan Allah juga mengakui ketuhanan Allah Yang Maha Pencipta.

Ø  Al-Quran mengakui adanya Tauhid ar-Rububiyyah di dalam jiwa manusia
Al-Quran  mengingatkan bahawa fitrah atau jiwa manusia memang telah memiliki rasa mahu mengakui Allah Rabb al-’Alamin. Firman Allah SWT:
“Berkata rasul-rasul mereka: Apakah terdapat keraguan terhadap  Allah, Pencipta langit dan bumi.” (Ibrahim: 10)
“Dan mereka mengingkarinya kerana kezaliman dan kesombongan (mereka) pada hal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.”(An-Naml: 14)
Keengganan dan keingkaran sebahagian manusia untuk mengakui kewujudan Allah sebagai al-Khaliq (Yang Maha Pencipta), sebenarnya didorong oleh perasaan sombong, degil (‘inad) dan keras hati.Hakikatnya, fitrah manusia tidak boleh kosong daripada memiliki perasaan mendalam yang mengakui kewujudan al-Khaliq.
Jika fitrah manusia bersih daripada sombong, degil, keras hati dan selaput-selaput yang menutupinya, maka secara spontan manusia akan terus menuju kepada Allah tanpa bersusah payah untuk melakukan sebarang pilihan. Secara langsung lidahnya akan menyebut Allah dan meminta pertolongan daripada-Nya.
Telatah manusia, apabila berada di saat-saat genting, tidak akan terfikir dan terlintas sesuatu di hatinya kecuali Allah sahaja. Ketika itu segenap perasaan dan fikirannya dipusatkan kepada Allah semata-mata. Benarlah Firman Allah SWT:
“Dan apabila mereka dilambung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan keikhlasan kepada-Nya, maka ketika Allah menyelamatkan mereka lalu sebahagian daripada mereka tetap berada di jalan yang lurus. Dan tiada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain golongan yang tidak setia lagi ingkar.” (Luqman: 32)
Sesungguhnya permasalahan mengenai kewujudan Allah adalah mudah, jelas, terang dan nyata.Kewujudan Allah terbukti dengan dalil yang banyak dan pelbagai.
D. PENGERTIAN NUBUWAH (KENABIAN)

Secata etimologis, kata nubuwah berasal dari kata “naba-a” yang berarti kabar warta (news), berita (tidings), dan cerita (story). Kata “nubuwah” sendiri merupakan mashdar dari “naba-a”. Dan kata ”nubuwah” disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 5 kali di beberapa surat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nabi adalah orang yg menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya dan kenabian adalah sifat (hal) nabi, yang berkenaan dengan nabi.
Ditinjau dari segi sosiologis, kenabian (nubuwah) merupakan jembatan transisi dari masa primitif menuju masa rasioner.Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang. Zaman kegelapan di sini maksudnya adalah zaman yang penuh dengan keburukan-keburukan moral, penyimpangan akhlak dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa zaman sebelum diutusnya para Nabi dan Rasul sama dengan zaman primitif. Dikatakan primitif karena manusia masih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan kepada yang magis.Pada saat itu, manusia masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum pada akhirnya sebagian dari mereka beralih kepada kepercayaan monotheisme, dengan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah para Nabi dan Rasul datang membawa risalah atau ajarannya.
Jika kita melihat kepada sejarah masa lalu, maka akan dapat terbukti bahwa pada masa sebelum kedatangan para Nabi dan Rasul, manusia masih berada pada pola keyakinan yang terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan yang ada di alam ini. Sebagai contoh yaitu kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pada masa Ibrahim yakni kepercayaan kepada berhala.Selain kepercayaan terhadap berhala, kepercayaan lama yang ada pada masa Ibrahim di wilayah timur tengah kuno, adalah kepercayaan terhadap benda-benda luar angkasa, seperti bintang-bintang, bulan, dan matahari. Kepercayaan kepercayaan yang berkembang pada masa Ibrahim ini, penyembahan berhala, bintang-bintang, bulan, dan matahari, diisyaratkan oleh al-Qur’an dalam surat al-An’am ayat 76-80.Selain itu, pada masa jahiliyah jazirah Arab (sebagaimana peradaban lainnya) masih dipenuhi dengan paham-paham penyembahan berhala, pohon, hewan, fenomena alam, dan benda-benda angkasa seperti bintang, matahari, dan bulan seperti yang terjadi pada masa Nabi Ibrahim.Namun demikian ada diantara mereka yang masih memegang tradisi Ibrahim. Mereka inilah yang disebut kaum Ahnaf,(literal orang-orang yang lurus). Paham yang mereka anut adalah monotheisme karena rata-rata mereka mengikuti ajaran Ya’kubi (di Ghassan dan Syam), walaupun sebagian mengikuti paham Nestorian yang menuhankan Yesus (di wilayah Hirah).
Secara umum, di Jazirah Arab, paham monoteisme bukanlah hal sangat baru.Maka disini kita melihat bahwa faktor keluarga masih berperan dominan dalam penjagaan ajaran tauhid.Nabi Muhammad dilahirkan dari keluarga Ahnafyang memegang tradisi Ibrahim.Satu hal yang sangat penting dari tradisi Ibrahim yang dipegang teguh oleh para Ahnaf adalah penyembahan kepada Allah saja.
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa kenabian merupakan jembatan dari masa transisional, dari masa primitif kepada masa rasioner maka akhir dari masa transisional tersebut adalah pada masa Nabi Muhammad SAW sehingga setelah masa tersebut, lambat laun manusia sudah meninggalkan kepercayaan yang primitif berganti dengan masa rasioner, dimana manusia sepenuhnya menggunakan rasio atau akal mereka dalam segala aspek kehidupan Dan setelah berakhirnya masa transisional, maka berakhirlah pula masa kenabian. Oleh karena itu, saat ini kehadiran Nabi sebagai penuntun ataupun penunjuk tidak dibutuhkan lagi karena manusia sudah berada pada masa rasioner, manusia sudah dapat menggunakan akal mereka sepenuhnya dalam segala hal sehingga mereka dapat mengetahui mana yang seharusnya disembah dan mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk.
Ditinjau dari segi sosiologis, kenabian (nubuwah) merupakan jembatan transisi dari masa primitif menuju masa rasioner.Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang. Zaman kegelapan di sini maksudnya adalah zaman yang penuh dengan keburukan-keburukan moral, penyimpangan akhlak dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa zaman sebelum diutusnya para Nabi dan Rasul sama dengan zaman primitif. Dikatakan primitif karena manusia masih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan kepada yang magis.Pada saat itu, manusia masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum pada akhirnya sebagian dari mereka beralih kepada kepercayaan monotheisme, dengan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah para Nabi dan Rasul datang membawa risalah atau ajarannya.
Jika kita melihat kepada sejarah masa lalu, maka akan dapat terbukti bahwa pada masa sebelum kedatangan para Nabi dan Rasul, manusia masih berada pada pola keyakinan yang terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan yang ada di alam ini. Sebagai contoh yaitu kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pada masa Ibrahim yakni kepercayaan kepada berhala.Selain kepercayaan terhadap berhala, kepercayaan lama yang ada pada masa Ibrahim di wilayah timur tengah kuno, adalah kepercayaan terhadap benda-benda luar angkasa, seperti bintang-bintang, bulan, dan matahari. Kepercayaan kepercayaan yang berkembang pada masa Ibrahim ini, penyembahan berhala, bintang-bintang, bulan, dan matahari, diisyaratkan oleh al-Qur’an dalam surat al-An’am ayat 76-80.
Selain itu, pada masa jahiliyah jazirah Arab (sebagaimana peradaban lainnya) masih dipenuhi dengan paham-paham penyembahan berhala, pohon, hewan, fenomena alam, dan benda-benda angkasa seperti bintang, matahari, dan bulan seperti yang terjadi pada masa Nabi Ibrahim.Namun demikian ada diantara mereka yang masih memegang tradisi Ibrahim. Mereka inilah yang disebut kaum Ahnaf,(literal orang-orang yang lurus). Paham yang mereka anut adalah monotheisme karena rata-rata mereka mengikuti ajaran Ya’kubi (di Ghassan dan Syam), walaupun sebagian mengikuti paham Nestorian yang menuhankan Yesus (di wilayah Hirah).
Secara umum, di Jazirah Arab, paham monoteisme bukanlah hal sangat baru.Maka disini kita melihat bahwa faktor keluarga masih berperan dominan dalam penjagaan ajaran tauhid.Nabi Muhammad dilahirkan dari keluarga Ahnafyang memegang tradisi Ibrahim.Satu hal yang sangat penting dari tradisi Ibrahim yang dipegang teguh oleh para Ahnaf adalah penyembahan kepada Allah saja.
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa kenabian merupakan jembatan dari masa transisional, dari masa primitif kepada masa rasioner maka akhir dari masa transisional tersebut adalah pada masa Nabi Muhammad SAW sehingga setelah masa tersebut, lambat laun manusia sudah meninggalkan kepercayaan yang primitif berganti dengan masa rasioner, dimana manusia sepenuhnya menggunakan rasio atau akal mereka dalam segala aspek kehidupan Dan setelah berakhirnya masa transisional, maka berakhirlah pula masa kenabian. Oleh karena itu, saat ini kehadiran Nabi sebagai penuntun ataupun penunjuk tidak dibutuhkan lagi karena manusia sudah berada pada masa rasioner, manusia sudah dapat menggunakan akal mereka sepenuhnya dalam segala hal sehingga mereka dapat mengetahui mana yang seharusnya disembah dan mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk.
Ditinjau dari segi sosiologis, kenabian (nubuwah) merupakan jembatan transisi dari masa primitif menuju masa rasioner.Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang. Zaman kegelapan di sini maksudnya adalah zaman yang penuh dengan keburukan-keburukan moral, penyimpangan akhlak dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa zaman sebelum diutusnya para Nabi dan Rasul sama dengan zaman primitif. Dikatakan primitif karena manusia masih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan kepada yang magis.Pada saat itu, manusia masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum pada akhirnya sebagian dari mereka beralih kepada kepercayaan monotheisme, dengan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah para Nabi dan Rasul datang membawa risalah atau ajarannya.
Jika kita melihat kepada sejarah masa lalu, maka akan dapat terbukti bahwa pada masa sebelum kedatangan para Nabi dan Rasul, manusia masih berada pada pola keyakinan yang terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan yang ada di alam ini. Sebagai contoh yaitu kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pada masa Ibrahim yakni kepercayaan kepada berhala.Selain kepercayaan terhadap berhala, kepercayaan lama yang ada pada masa Ibrahim di wilayah timur tengah kuno, adalah kepercayaan terhadap benda-benda luar angkasa, seperti bintang-bintang, bulan, dan matahari. Kepercayaan kepercayaan yang berkembang pada masa Ibrahim ini, penyembahan berhala, bintang-bintang, bulan, dan matahari, diisyaratkan oleh al-Qur’an dalam surat al-An’am ayat 76-80.
Selain itu, pada masa jahiliyah jazirah Arab (sebagaimana peradaban lainnya) masih dipenuhi dengan paham-paham penyembahan berhala, pohon, hewan, fenomena alam, dan benda-benda angkasa seperti bintang, matahari, dan bulan seperti yang terjadi pada masa Nabi Ibrahim.Namun demikian ada diantara mereka yang masih memegang tradisi Ibrahim. Mereka inilah yang disebut kaum Ahnaf,(literal orang-orang yang lurus). Paham yang mereka anut adalah monotheisme karena rata-rata mereka mengikuti ajaran Ya’kubi (di Ghassan dan Syam), walaupun sebagian mengikuti paham Nestorian yang menuhankan Yesus (di wilayah Hirah).
Secara umum, di Jazirah Arab, paham monoteisme bukanlah hal sangat baru.Maka disini kita melihat bahwa faktor keluarga masih berperan dominan dalam penjagaan ajaran tauhid.Nabi Muhammad dilahirkan dari keluarga Ahnafyang memegang tradisi Ibrahim.Satu hal yang sangat penting dari tradisi Ibrahim yang dipegang teguh oleh para Ahnaf adalah penyembahan kepada Allah saja.





   Asal kata âkhirah (آخِرَة) adalah al-âkhir (الآخِر) yang berarti lawan dari al-awwal (الأوَّل) atau “yang terdahulu”. Kata itu juga be­rarti “ujung dari sesuatu”,yang biasanya menunjuk pada jangka waktu.
Kehidupan alam baka (kekal) setelah kematian/ sesudah dunia berakhir. peristiwa alam akhirat sering kali diucapkan secara berulang-ulang pada beberapa ayat di dalam Al Qur'an sebanyak 115 kali, mereka yang beragama samawi meyakini bahwa kehidupan akhirat sebagai tempat dimana segala perbuatan seseorang di dalam kehidupan dunia ini akan dibalas. 
    'Mudahnya meyakini adanya kehidupan setelah kematian sama mudahnya dengan meyakini adanya hari esok setelah hari ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya memetik setelah menanam'.
Akhirat (Bahasa Arab: الآخرة; transliterasi: Akhirah) dipakai untuk mengistilahkan kehidupan alam baka (kekal) setelah kematian/ sesudah dunia berakhir. Pernyataan peristiwa alam akhirat sering kali diucapkan secara berulang-ulang pada beberapa ayat di dalam Al Qur'an sebanyak 115 kali,[1] yang mengisahkan tentang Yawm al-Qiyâmah dan akhirat juga bagian penting dari eskatologi Islam.
Akhirat dianggap sebagai salah satu dari rukun iman yaitu: Percaya Allah, percaya adanya malaikat, percaya akan kitab-kitab suci, percaya adanya nabi dan rasul dan percaya takdir dan ketetapan. Menurut kepercayaan Islam, Allah akan memainkan peranan, beratnya perbuatan masing-masing individu. Allah akan memutuskan apakah orang tersebut di akhirat akan diletakkan di Jahannam (neraka) atau Jannah (surga). Kepercayaan ini telah disebut sebelumnya sebagai Hari Penghakiman dalam ajaran Islam.
Akhirat adalah dimensifisik dan hukum-hukum dunia nyata yang terjadi setelah dunia fana berakhir. Bagi mereka yang beragama samawi meyakini bahwa kehidupan akhirat sebagai tempat dimana segala perbuatan seseorang di dalam kehidupan dunia ini akan dibalas. Namun tidak sedikit juga orang yang meragukan akan adanya kehidupan akhirat (kehidupan setelah kematian). Mereka-mereka yang meyakini adanya kehidupan akhirat ada yang menyatakan: 'Mudahnya meyakini adanya kehidupan setelah kematian sama mudahnya dengan meyakini adanya hari esok setelah hari ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya memetik setelah menanam'. Dengan meyakini adanya kehidupan akhirat setelah kehidupan didunia ini akan menjaga seseorang dari bertindak sesuka hatinya, karena ia yakin segala hal yang ia perbuat dalam kehidupannya sekarang akan dituainya kemudian di alam setelah kematian.
Akhirat adalah kata dari bahasa arab dan secara literal, ia adalah kata bentuk feminin dari kata “akhir” yang berarti ‘terakhir, yang terakhir. Ia adalah istilah Islam yang artinya ruang abadi yang menjadi rumah kita yang terakhir yang akan kita tuju setelah dunia ini dan disebut “hari kemudian”, “kehidupan setelah kematian di dunia”
Ø  Beriman kepada hari akhir merupakan salah satu “Rukun Iman”
 “Yang percaya kepada kitab yang diturunkan kepadamu dan yang diturunkan sebelummu, dan mereka yakin terhadap hari kemudian.” (Surah AlBaqarah, 4)
Ø  Awal hari kemudian adalah “kiamat”
Ketika kita melihat alam semesta, kita melihat bahwa segala sesuatu di alam semesta, termasuk bumi, mempunyai masa “hidup” dan oleh karenanya juga punya masa “mati”. Akhir dunia akan dimulai oleh malaikat “Isrofil”- yang meniup sangkakala (terompet). Seluruh alam akan hancur dan semua makhluk hidup akan binasa.
Fakta ini disebutkan dalam Quran di berbagai ayat:
“Apabila matahari sudah digulung
Dan apabila bintang-bintang sudah bertabrakan
Dan apabila gunung sudah beterbangan
Dan apabila lautan sudah bertumpahan” (At-Takwir, 1,2,3,6)
“Apabila langit sudah terbelah (Infithar, 1)
Ketika sangkakala pertama kali ditiup, semua yang ada di bumi dan langit akan binasa. Hanya malaikat Jibril, Mikail, Isrofil dan Izrail yang tetap hidup. Kemudian Allah akan memerintahkan Izrail untuk mencabut nyawa Jibril, Mikail,dan Isrofil. Akhirnya, Allah akan memerintahkan  malaikat kematian dan Izrail juga mati.” (Ihya Ulumuddin). Lalu, Isrofil diciptakan kembali. Ia meniup sangkakala untuk kedua kalinya dan atas izin Allah semua makhluk akan dibangkitkan.


Ø  Istilah-istilah yang berkaitan dengan “akhirat”
·         “Mahsyar” adalah lapangan luas dimana orang akan dikumpulkan setelah dibangkitkan. Berkumpulnya orang di padang mahsyar ini disebut hasyr
·         “Hasyr” (dibangkitkan dan dihimpunkannya orang-orang untuk diadili).
“Ya Tuhan kami! Engkaulah yang akan menghimpun semua manusia pada hari kiamat nanti yang pasti akan datang. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji-Nya”. (Surah Ali Imran,9)
·         ”Hisab” artinya manusia akan diadili dimana dan bagaimana mereka menghabiskan hidupnya. “pada waktu kamu dihadapkan untuk diperiksa, tidak ada satu hal pun yang tersembunyi.”
“Barang siapa yang menerima buku catatan amalnya dari sebelah kanannya, dia akan diperiksa perkaranya dengan ringan sekali, dia akan kembali pulang kepada sanak saudaranya dengan hati gembira! Tetapi siapa yang menerima buku catatan amalnya dari belakangnya, dia akan meneriakkan nasibnya yang malang, dia akan masuk neraka.” (Surah al-Insyiqoq, 7-12)
·         “Mizan” (timbangan) adalah neraca dimana amal baik dan buruk akan ditimbang.”Nanti di hari Kiamat akan Kami adakan neraca yang adil. Seorangpun tidak akan diperlakukan secara zalim. Sekalipun sebesar biji sawi, akan Kami perhitungkan juga. Cukuplah Kami sebagai pemeriksa.” (Surah al-Anbiya,47)
Di hari pembalasan, semua nabi, terutama nabi kita Nabi Muhammad (saw), para syuhada, ulama, dan orang orang yang dipilih oleh Allah (swt) seperti anak yang sholeh akan meminta ampunan bagi kaum mukminin. Ini disebut
·         “syafa’at” Semua nabi mempunyai satu doa doa khusus yang dikabulkan. Aku menyimpan doaku untuk akhirat untuk memberi syafa’at bagi ummatku” (Bukhari)
Di Hari Pembalasan, aku (NABI MUHAMMAD SAW) akan menjadi yang pertama yang memberi syafa’at dan yang syafa’atnya diterima.” (Ibnu Majah)

·         “Liwa-ulhamd” adalah panji yang akan berada di tangan nabi Muhammad (saw) dimana orang orang beriman akan bernaung di bawahnya di Hari pembalasan.
“Aku akan menjadi pembawa “Liwa-ulHamd” (Panji Pujian) di Hari Pembalasan.”
“Aku tidak mengatakannya untuk berbangga; di Hari pembalasan panji itu akan berada ditanganku.” (Ibnu Majah)
·         “Kautsar” Adalah telaga yang dari telaga tersebut Nabi Muhammad akan minum airnya bersama ummatnya sehingga mereka tidak akan pernah lagi merasa haus. (Ada perbedaan pendapat tentang kapan waktunya minum air telaga kautsar. Apakah sebelum atau sesudah Shirot? Menurut pendapat yang diterima, ada dua telaga Kautsar, satu ada di surga; yang satu lagi ada sebelum Shirot dan ada di Padang Mahsyar.)
Diriwayatkan  oleh Abdullah bin Umar:
Nabi bersabda: “Telagaku begitu luas sehingga perlu waktu sebulan untuk menyebranginya. Airnya lebih putih dari pada susu dan baunya lebih harum dari pada misik (kesturi), dan cangkir minumnya sama banyaknya dengan bintang bintang di langit; dan siapapun yang meminumnya tak akan pernah merasa haus.” (Bukhari, Kitab 8, volume 76, hadits 581).
·         “Shirot” Diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri:Kami, para sahabat Nabi berkata, Ya Rosululloh! Apa itu Shirot?’Beliau menjawab, “ Ia adalah sebuah jembatan yang licin dimana ada klem dan kait seperti benih yang berduri yang lebar di satu sisi dan sempit di sisi lainnya dan mempunyai duri duri  pada ujungnya yang melengkung.
Benih berduri seperti itu terdapat di Najad dan disebut As-Sa’dan. Sebagian orang beriman akan menyebrangi jembatan itu secepat mata berkedip, sebagian secepat cahaya, angin yang berhembus kuat, kuda yang cepat, onta betina. Jadi sebagian akan selamat tanpa terluka;sebagian akan selamat setelah mendapat beberapa goresan luka, dan sebagian akan jatuh ke Neraka. Orang terakhir akan menyebrang dengan diseret melewati jembatan.” (Shahih Bukhari- Volume 9, Buku 93,Nomer 532)
·         “Jannah” Adalah tempat kekal dimana orang beriman akan masuk dan memperoleh keindahan abadi  atas rahmat  Allah (swt).
“Dan orang orang beriman serta mengerjakan yang baik, mereka adalah penghuni surga yang kekal. ( Surah al-Baqarah, 82)
·                “Jahannam” Adalah tempat dimana orang kafir akan mengalami siksaan selamanya.
“Tetapiorang orang kafir dan yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu ahli neraka yang kekal.” (Surah al-Baqarah,39)
Bagi mukminin yang berdosa , mereka akan masuk surga setelah mengalami siksaan di neraka Jahannam sesuai dengan jumlah dosanya.
Akan tetapi, kita harus menganggap bahwa ungkapan seperti “sur,mizan, shirot, kautsar” berkaitan dengan alam akhirat yang digambarkan sebagai “terompet, neraca, jembatan, telaga” supaya dapat dimengerti oleh manusia. Gambar yang dibayangkan yang membandingkan materi duniawi bukanlah bentuk aslinya. Kita akan melihat gambaran yang sebenarnya nanti di alam akhirat.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Aqidah islam adalah keyakinan yang kuat dan kokoh.akidah islam adalah ajaran tentang kepercayaan yang teguh terhadap ajaran yang meliputi kemaha Esaan Allah SWT (tauhid) dan segala ajaranya, yang tercakup kedalam rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat,iman kepada kitab, iman kepada rasul, iman kepeda hari kiamat, dan iman kepada qohdo dan qodhar.















DAFTAR PUSTAKA

1.      Lisaanul `Arab (IX/31 1:tj-~) karya tbnu Nlanzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu'jamu! Wasiith (tl/614:tL.3-~).
2.      Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wa Shifat Allah.
3.      Lihat Buhuuts fii `Aqiidah Ahtis Sunnah wat Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim at `Aql, cet. !II Daarul `Ashimah/ th. 1419 H, `Aqiidah Ahiis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al­Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah fil `Aqiidah oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim al-`Aql.
4.      Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45
5.      http://hasanassaggaf.wordpress.com/2010/06/01/sifat-nafsiyyah-salbiyah-maanimanawiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar