BAB II
PEMBAHASAN
A. MENGENAL DZAT DAN SIFAT ALLAH
v Dzat Allah
“ Sesungguhnya AKU ini adalah ALLAH, TIDAK ADA TUHAN (yang hak) selain
AKU, maka SEMBAHLAH AKU dan DIRIKANLAH SHALAT UNTUK MENGINGAT AKU ”
[At -Thaahaa : 14]
DZAT yang
berdiri sendiri tanpa adanya ketergantungan kepada mahluk lain ciptaan-Nya,
berbeda dengan manusia yang membutuhkan Allah, untuk bisa selamat di kehidupan
Dunia dan Akhirat, adanya Alam semesta, Dunia, Arasy, Malaikat, Idajil/Azazil,
Iblis, Setan, Jinn dan Manusia, dan semua ciptaan-Nya yang ada, adalah karena
akibat dari adanya Dzat Yang Maha Suci.
"FIKIRKANLAH
OLEHMU SIFAT ALLAH DAN JANGAN KAMU MEMIKIRKAN AKAN DZAT-NYA. ALLAH
MELIPUTI SEGALA SESUATU "
[Al-Fushilat : 54]
"FIKIRKANLAH
MENGENAI SEGALA APA YANG DI CIPTAKAN ALLAH, TETAPI JANGANLAH KAMU MEMIKIRKAN
TENTANG DZAT ALLAH.."
[HR Abu
Syeikh]
§ Sifat
Sifat Allah
Sifat-sifat Allah adalah sifat
sempurna yang yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat-sifat Allah wajib bagi
setiap muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak
terhingga bagi Allah. Maka, wajib juga dipercayai akan sifat Allah yang dua
puluh dan perlu diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang
mustahil bagi Allah merupakan lawan kepada sifat wajib.
Sifat wajib terbagi empat bagian yaitu
·
Nafsiyyah
·
Sifat Salbiyyah
·
Ma'ani
·
Ma'nawiah
ü
Sifat Nafsiyyah
Sifat Nafsiyyah adalah : Sifat
yang menetetapkan adanya Allah dan menunjukkan kepada ZatNya Allah tanpa
ada sesuatu tambahan pada Zat.
Maksud sifat yang tetap adalah : Adanya sifat tersebut pada Zat Allah yang
menunjukkan Allah itu ada, bukan seperti sifat salbiyah, sebab sifat salbiyyah
tidak tetap pada Zat, tetapi hanya menolak sifat-sifat yang tidak patut dan
layak kepada ZatNya Allah s.w.t.Dan maksud tanpa ada sesuatu
tambahan pada Zat adalah : Sifat Nafsiyyah ini bukanlah tambahan pada Zat,
Sifat Nafsiyyah tidak seperti sifat Ma`ani yang mana sifat Ma`ani tambahan dari
ZatNya.
Adapun sifat Nafsiyyah adalah
sifat WujudNya Allah s.w.t, dengan maksud bahwa wujudnya Allah itu adalah tetap
pada ZatNya Allah dan bukan tambahan dari Zat Allah.
Allah berfirman :
Artinya : ”Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia
beristawa di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.( Al-A’râf:
54).
Maka wajib
Allah bersifat Wujud, mustahil bersifat Allah tidak ada
ü
Sifat Salbiyyah
Sifat Salabiyyah adalah sifat yang menolak segala sifat-sifat yang tidak
layak dan patut bagi Allah s.w.t, sebab Allah Maha sempurna dan tidak memiliki
kekurangan.
Sifat Salbiyyah ada lima sifat :
1 - Qidam
Sifat Qidam menolak adanya permulaan bagi Allah s.w.t , dengan kata
lain adanya Allah s.w.t tidak didahului oleh tidak ada, mustahil bagi Allah
bermula dengan tidak ada. Allah berfirman :
Artinya : “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
2 - Baqa`
Sifat Baqa` menolak adanya kesudahan dan kebinasaan Wujud Allah s.w.t,
mustahil bagi Allah bersifat Fana` atau binasa. Allah berfirman :
Artinya : ”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah
segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
3 - Mukhalafatu Lil Hawadith
Mukhalafatu Lil Hawadith ( Berbeda dengan yang baharu ) adalah sifat yang
menolak adanya persamaan Zat, Sifat dan Perbuatan Allah dengan Zat, sifat dan
perbuatan baharu, dengan makna lain Allah tidak seperti makhluknya.
Allah berfirman :
Allah berfirman :
Artinya : ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura : 11).
4 - Qiyamuhu Bi Nafsih
Qiyamuhu Bi Nafsih ( Berdiri Allah dengan sendiri-Nya ), sifat ini menolak
adanya Allah berdiri dengan yang lainnya, dengan makna lain, Allah tidak
memerlukan bantuan dan pertolongan dari yang lainnya, bahkan Allah berdiri
sendiri, tidak memerlukan pencipta sebab Dia Maha Pencipta, tidak memerlukan
pembantu sebab Dia Maha Kuasa, tidak memerlukan tempat sebab Dia yang
menjadikanya, tidak memerlukan waktu dan masa sebab di kekuasaan-Nyalah waktu
dan masa.
Artinya : ”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6)
5 – Wahdaniyyah
Wahdaniyyah ( Esa ), maknanya adalah Allah memiliki yang Maha Esa, Esa pada
Zat, Esa padasifat dan Esa pada perbuatan,
sifat ini menolak adanya Kam yang lima :
1.
Apa
2.
Dimana
3.
Bagaimana
4.
Mengapa
5.
Kenapa
Dengan kata lain Allah tidak memiliki Zat Esa, tidak ada seorang makhluk
pun yang sama Zatnya dengan Allah, Allah memiliki Sifat yang Esa, tidak ada
seorang pun yang bersifat dengan sifat Allah, Allah memiliki perbuatan yang
Esa, tidak ada di dunia ini yang sama perbuatannya dengan Allah.
Allah berfirman :
Artinya : “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai
’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).
ü Sifat Ma`ani
Sifat Ma`ani adalah sifat yang keberadaannya berdiri pada Zat Allah s.w.t
yang wajib baginya hukum.
Sifat ini terdiri dari tujuh sifat.
1 - QudrahQudrah ( Maha Kuasa ) adalah sifat yang azali yang berada pasti
pada Zat-Nya Allah s.w.t yang Kuasa menjadikan dan menghancurkan setiap yang mungkin
sesuai dengan Iradah-Nya.
Allah berfirman :
Artinya : ”Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit
maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (al-Fatir:
44)
2 – Iradah ( Maha Berkehendak ) adalah sifat azali yang berada pada Zat-Nya
Allah s.w.t menentukan sesuatu yang mungkin dengan sebahagian yang boleh
terhadapnya, seperti Allah menentuka bahwa Zaid pintar dan Ziyad bodoh.
Allah berfirman :
Artinya : ” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami
menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah
ia.” (an-Nahl: 40).
3 - Ilmu ( Maha Mengetahui ) adalah sifat Qadim yang berada pada Zat-Nya
Allah s.w.t Mengetahui seluruh sesuatu yang bersangkut paut dengan sekalian
yang wajib, mustahil, dan yang boleh tanpa didahului oleh sesuatu yang menutupi
pengetahun-Nya.
Allah berfirman :
Artinya : “Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di
lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan
tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau
kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al
An’aam:59]
4 – Hayat ( Maha Hidup ) adalah sifat yang Qadim berdiri pada Zat Allah
s.w.t yang Maha Hidup, dengan adanya sifat Hayat menetapkan dan mengkuatkan
adanya sifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Sama`, Bashar dan Kalam, hidupnya Allah yang
kekal dan abadi.
Allah berfirman :
Artinya : ”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang
Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan
tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat
memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari
ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan
bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255).
5 - Sama` ( Maha Mendengar ) adalah sifat yang qadim berdiri pada Zat-Nya
Allah s.w.t yang Maha Mendengar dari seluruh yang ada baik suara ataupun
selainnya.
Allah berfirman :
Artinya : “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu
berdua, Aku Maha mendengar dan Maha melihat”. (Thaha: 46).
6 - Bashor ( Maha Melihat ) adalah sifat yang qadim yang berdiri pada zat
Allah s.w.t Maha Melihat segala sesuatu yang ada, baik yang jelas, yang tersembunyi,
maupun yang samar-samar.
Allah berfirman :
Artinya : “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (as-Syura: 11).
7 - Kalam ( Maha Berbicara ) adalah sifat yang qadim yang berdiri pada
Zat-Nya Allah yang Maha berbicara tanpa menggunakan huruf dan suara, tanpa
i`rab dan dan bina` dan Maha suci dari sifat-sifat kalam yang baharu.
Allah berfirman :
Artinya : ”…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”. (An-Nisâ:
164).
ü Sifat
Ma`nawiyyah
Sifat Ma`nawiyah adalah sifat-sifat yang melazimi dari sifat Ma`ani, dengan
kata lain sifat Ma`nawiyah adalah sifat yang wujud disebabkan adanya sifat
Ma`ani, seperti Allah memiliki sifat kuasa, maka lazimlah Allah itu keadaannya
Kuasa.
Sifat Ma`nawiyah terdiri dari tujuh sifat :
1 - Kaunuhu Qaadiran 2
- Kaunuhu Muridan
3 - Kaunuhu `Aliman 4 - Kaunuhu Hayyan
5 - kaunuhu Sami`an 6 - Kaunuhu Bashiran
7- kaunuhu Mutakalliman.
.B. TAUHID AL-ULUHIYYAH3 - Kaunuhu `Aliman 4 - Kaunuhu Hayyan
5 - kaunuhu Sami`an 6 - Kaunuhu Bashiran
7- kaunuhu Mutakalliman.
Maksud
Tauhid al-Uluhiyyah ialah kita mentauhidkan Allah dalam peribadatan atau
persembahan. Allah SWT mengutuskan para rasul bertujuan menyeru manusia
menerima Tauhid al-Uluhiyyah. Firman-firman Allah SWT yang berikut membuktikan
hal tersebut:
“Dan Kami
tidak mengutuskan seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya bahawasanya tiada tuhan melainkan Aku, maka kamu sekelian hendaklah
menyembah Aku.” (Al-Anbiya’: 25)
“Dan
sesungguhnya Kami telah utuskan pada setiap umat itu seorang rasul (untuk
menyeru): Sembahlah Allah dan jauhilah Taghut.” (An-Nahl: 36)
“Dan
sesungguhnya Aku telah utuskan Nuh (nabi) kepada kaumnya, lalu dia berkata
(menyeru): Wahai kaumku, hendaklah kamu menyembah Allah, (kerana) sesekali
tiada tuhan melainkan Dia.” (Al-Mu’minun: 23)
Cetusan
rasa cinta kepada Allah
Menyembah
atau beribadah kepada Allah dapat dilaksanakan apabila tercetus rasa cinta yang
suci kepada Allah dan rela (ikhlas) menundukkan diri serendah-rendahnya
kepada-Nya. Seseorang hamba itu disifatkan sedang menyembah Allah apabila dia
menyerahkan seluruh jiwa raga kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, berpegang
teguh kepada ajaran-ajaran Allah, berpaut kepada ketentuan Allah, meminta
(mengharap) serta memulang (menyerah) sesuatu hanya kepada Allah,
berjinak-jinak dengan Allah dengan cara sentiasa mengingati-Nya, melaksanakan
segala syariat Allah dan memelihara segala perlakuan (akhlak, perkataan dan
sebagainya) menurut cara-cara yang diredhai Allah.
‘Ubudiyyah
yang semakin bertambah
Pengertian
‘ubudiyyah (pengabdian) kepada Allah akan bertambah sebati dan hebat kesannya
dalam kehidupan manusia apabila semakin mendalam pengertian dan keinsafannya
tentang hakikat bahawa manusia itu terlalu fakir di hadapan Allah.Manusia
sentiasa bergantung dan berhajat kepada Allah.Manusia tidak boleh terlupus
daripada kekuasaan dan pertolongan Allah walaupun sekelip mata.
Begitu
juga dengan cinta atau kasih (hubb) manusia kepada Allah dan rasa rendah diri
(khudu’) manusia kepada Allah yang akan bertambah teguh apabila semakin mantap
ma’rifat dan kefahamannya terhadap sifat-sifat Allah, Asma’ Allah
al-Husna (sifat-sifat Allah yang terpuji), kesempurnaan Allah dan kehebatan
nikmat kurniaan Allah.
Semakin
terisi telaga hati manusia dengan pengertian ‘ubudiyyah terhadap Allah semakin
bebaslah dia daripada belenggu ‘ubudiyyah kepada selain daripada Allah.
Seterusnya dia akan menjadi seorang hamba yang benar-benar tulus dan ikhlas
mengabdikan diri kepada Allah. Itulah setinggi-tinggi darjat yang dapat dicapai
oleh seseorang insan.
Allah
telah menggambarkan di dalam al-Qur’an keadaan para rasul-Nya yang mulia dengan
sifat-sifat ‘ubudiyyah di peringkat yang tinggi.Allah telah melukiskan rasa
‘ubudiyyah Rasulullah SAW pada malam sewaktu wahyu diturunkan, ketika baginda
berda’wah dan semasa baginda mengalami peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Firman
Allah SWT:
“Lalu dia
menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.”
(An-Najm: 10)
“Dan
ketika berdiri hamba-Nya (Muhammad) untuk menyembah-Nya (beribadat), hampir
saja jin-jin itu mendesak-desak mengerumuninya.” (Al-Jin: 19)
“Maha
Suci Allah yang memperjalankan hambanya (Muhammad) pada suatu malam dari Masjid
al-Haram ke Masjid al-Aqsa.” ( Al-Isra’: 1)
C. TAUHID AR-RUBUBIYYAH
Tauhid Ar-Rububiyyah
bermakna beri’tiqad bahawa Allah SWT bersifat Esa, Pencipta,
Pemelihara dan Tuan sekelian alam. Tauhid al-Uluhiyyah pula bermakna menjadikan
Allah SWT sahaja sebagai sembahan yang sentiasa dipatuhi.
Pengertian lanjut Tauhid ar-Rububiyyah
Antara pengertian kalimah Rabb ialah:
1. As-Sayyid (Tuan)
2. Al-Malik (Yang Memiliki)
3. Pencipta
4. Penguasa
5. Pendidik
6. Pengasuh
7. Penjaga
8. Penguatkuasa.
1. As-Sayyid (Tuan)
2. Al-Malik (Yang Memiliki)
3. Pencipta
4. Penguasa
5. Pendidik
6. Pengasuh
7. Penjaga
8. Penguatkuasa.
Ø Allah juga Bersifat Mutlak
Manusia,
jika dia bersifat seperti memiliki dan berkuasa, maka sifatnya itu
sementara.Segala sesuatu di alam ini kepunyaan Allah.Apa yang dimiliki makhluk
hanyalah bersifat pinjaman dan majaz (kiasan). Hanya Allah sebagai Rabb
al-’Alamin (Rabb sekelian alam) dan mempunyai segala sifat kesempurnaan.Dengan
sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna mengakibatkan seluruh makhluk bergantung
kepada-Nya, memerlukan pertolongan-Nya dan berharap kepada-Nya.
Manusia,
jika dia cerdik, bijak dan pandai, maka semuanya itu datang dari pada
Allah.Segala kekayaan dan penguasaan manusia bukanlah miliknya yang mutlak
tetapi datang daripada Allah.Manusia dijadikan hanya sebagai makhluk.Dia tidak
memiliki apa-apa melainkan setiap kuasa, tindak-tanduk, gerak nafas dan
sebagainya datang daripada Allah. Dialah Maha berkuasa, mencipta, menghidup dan
mematikan.Dia berkuasa memberikan manfaat dan mudarat.Jika Allah mahu
memberikan manfaat dan kelebihan kepada seseorang, tiada siapa mampu menghalang
atau menolaknya. Jika Allah mahu memberikan mudarat dan keburukan kepada
seseorang seperti sakit dan susah, tiada siapa dapat menghalang atau
mencegahnya.
Oleh itu
hanya Allah sahaja ‘mutafarriq’, bermakna hanya Allah yang berkuasa untuk
memberikan manfaat atau mudarat.
Firman
Allah SWT:
“Jika
Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, maka tiada yang dapat
menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu, maka Dialah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”(Al-An’am: 17)
Dengan
sifat-sifat Allah tersebut, maka timbullah kesan tauhid kepada seseorang.Dia
hanya takut kepada Allah, dan berani untuk bertindak melakukan sesuatu kerana
keyakinannya kepada Allah.
Ø Manusia bersifat fakir
Manusia di
dunia ini bersifat fakir (tidak memiliki apa-apa), sebaliknya sentiasa
memerlukan pertolongan Allah. Firman Allah SWT di dalam Al-Hadith Al-Qudsi:
“Hai
manusia, kamu semua berada di dalam kesesatan kecuali mereka yang Aku
berikan taufiq dan hidayah kepadanya. Oleh itu mintalah hidayah daripada-Ku.”
“Hai
manusia, kamu semua lapar, kecuali mereka yang aku berikan makan, oleh itu
mintalah rezeki daripada-Ku.”
“Hai
manusia, kamu semua telanjang kecuali mereka yang Aku berikan pakaian. Oleh itu
mohonlah pakaian daripada-Ku.”
Ø Sifat Fakir dan Sifat Kaya
Berhajatkan
sesuatu adalah sifat semua makhluk. Manusia, haiwan, tumbuh-tumbuhan dan
makhluk lain berhajatkan kepada Allah. Oleh itu semua makhluk bersifat fakir.
Allah Maha Kaya.Dia tidak berhajat kepada sesuatu. Jika manusia memiliki
keyakinan ini maka dia akan sentiasa berbaik sangka terhadap Allah.
Firman
Allah SWT:
“Hai
manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah, Dialah Yang Maha
Kaya (yang tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 15)
Fakir
adalah sifat yang zati bagi setiap makhluk ciptaan Allah. Kaya adalah
sifat yang zati bagi al-Khaliq (Pencipta).
Ø Dalil-Dalil Tauhid ar-Rububiyyah
Banyak
dalil menunjukkan bahawa Allah itu Maha Esa dan tiada sesuatu menyamai Allah
dari segi Rububiyyah. Antaranya:
1.
Lihatlah
pada tulisan di papan hitam, sudah pasti ada yang menulisnya. Orang yang
berakal waras akan mengatakan bahawa setiap sesuatu pasti ada pembuatnya.
2
Semua benda di alam ini, daripada sekecil-kecilnya hinggalah sebesar-besarnya,
menyaksikan bahawa Allah itu adalah Rabb al-’Alamin.Dia berhak ke atas semua
kejadian di alam ini.
1.
Susunan
alam yang mengkagumkan, indah dan tersusun rapi adalah bukti Allah Maha
Pencipta. Jika alam boleh berkata-kata, dia akan menyatakan bahawa dirinya
makhluk ciptaan Allah. Orang yang berakal waras akan berkata bahawa alam ini
dijadikan oleh satu Zat Yang Maha Berkuasa, iaitu Allah. Tidak ada orang yang berakal
waras akan menyatakan bahawa sesuatu itu boleh berlaku dengan sendiri.
Begitulah
hebatnya Ilmu Allah.Pandanglah saja kepada kejadian manusia dan fikirkanlah
betapa rapi dan seni ciptaan-Nya. Terdapat seribu satu macam ciptaan Allah yang
memiliki sifat yang berbeza-beza antara satu sama lain. Semuanya menunjukkan
bahawa Allah adalah Rabb yang Maha Bijaksana.
Ø Fitrah mengakui Rububiyyah Allah
Berikrar
dan mengakui akan Rububiyyah Allah adalah suatu perkara yang dapat diterima.
Hakikat ini terlintas dalam setiap fitrah manusia. Meskipun seseorang itu
kafir, namun jauh di lubuk hatinya tetap mengakui Rububiyyah Allah SWT.
Firman Allah SWT:
“Dan jika
kamu bertanyakan mereka tentang: Siapakah pencipta mereka? Nescaya mereka
menjawab: Allah.” (Az-Zukhruf: 87)
“Dan jika
kamu bertanyakan mereka tentang: Siapakah pencipta langit dan bumi?
Nescaya mereka menjawab: Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa dan Yang
Maha Mengetahui.”(Az-Zukhruf: 9)
Tidaklah
susah untuk membuktikan Rububiyyah Allah SWT. Fitrah setiap insan adalah
buktinya.Manusia yang mensyirik dan mengkufurkan Allah juga mengakui ketuhanan
Allah Yang Maha Pencipta.
Ø Al-Quran mengakui adanya Tauhid ar-Rububiyyah di dalam jiwa
manusia
Al-Quran
mengingatkan bahawa fitrah atau jiwa manusia memang telah memiliki rasa mahu
mengakui Allah Rabb al-’Alamin. Firman Allah SWT:
“Berkata
rasul-rasul mereka: Apakah terdapat keraguan terhadap Allah, Pencipta
langit dan bumi.” (Ibrahim: 10)
“Dan
mereka mengingkarinya kerana kezaliman dan kesombongan (mereka) pada hal hati
mereka meyakini (kebenaran)nya.”(An-Naml: 14)
Keengganan
dan keingkaran sebahagian manusia untuk mengakui kewujudan Allah sebagai
al-Khaliq (Yang Maha Pencipta), sebenarnya didorong oleh perasaan sombong,
degil (‘inad) dan keras hati.Hakikatnya, fitrah manusia tidak boleh kosong
daripada memiliki perasaan mendalam yang mengakui kewujudan al-Khaliq.
Jika
fitrah manusia bersih daripada sombong, degil, keras hati dan selaput-selaput
yang menutupinya, maka secara spontan manusia akan terus menuju kepada Allah
tanpa bersusah payah untuk melakukan sebarang pilihan. Secara langsung lidahnya
akan menyebut Allah dan meminta pertolongan daripada-Nya.
Telatah
manusia, apabila berada di saat-saat genting, tidak akan terfikir dan terlintas
sesuatu di hatinya kecuali Allah sahaja. Ketika itu segenap perasaan dan
fikirannya dipusatkan kepada Allah semata-mata. Benarlah Firman Allah SWT:
“Dan
apabila mereka dilambung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah
dengan keikhlasan kepada-Nya, maka ketika Allah menyelamatkan mereka lalu
sebahagian daripada mereka tetap berada di jalan yang lurus. Dan tiada yang
mengingkari ayat-ayat Kami selain golongan yang tidak setia lagi ingkar.”
(Luqman: 32)
Sesungguhnya
permasalahan mengenai kewujudan Allah adalah mudah, jelas, terang dan
nyata.Kewujudan Allah terbukti dengan dalil yang banyak dan pelbagai.
D. PENGERTIAN NUBUWAH (KENABIAN)
Secata
etimologis, kata nubuwah berasal dari kata “naba-a” yang berarti kabar warta
(news), berita (tidings), dan cerita (story). Kata “nubuwah” sendiri merupakan
mashdar dari “naba-a”. Dan kata ”nubuwah” disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 5
kali di beberapa surat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nabi
adalah orang yg menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya dan kenabian
adalah sifat (hal) nabi, yang berkenaan dengan nabi.
Ditinjau
dari segi sosiologis, kenabian (nubuwah) merupakan jembatan transisi dari masa
primitif menuju masa rasioner.Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk
membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang. Zaman kegelapan
di sini maksudnya adalah zaman yang penuh dengan keburukan-keburukan moral,
penyimpangan akhlak dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa zaman sebelum
diutusnya para Nabi dan Rasul sama dengan zaman primitif. Dikatakan primitif
karena manusia masih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan kepada yang
magis.Pada saat itu, manusia masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme
sebelum pada akhirnya sebagian dari mereka beralih kepada kepercayaan
monotheisme, dengan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah para Nabi dan
Rasul datang membawa risalah atau ajarannya.
Jika kita
melihat kepada sejarah masa lalu, maka akan dapat terbukti bahwa pada masa
sebelum kedatangan para Nabi dan Rasul, manusia masih berada pada pola
keyakinan yang terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan yang ada di alam ini. Sebagai
contoh yaitu kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pada masa Ibrahim yakni
kepercayaan kepada berhala.Selain kepercayaan terhadap berhala, kepercayaan
lama yang ada pada masa Ibrahim di wilayah timur tengah kuno, adalah
kepercayaan terhadap benda-benda luar angkasa, seperti bintang-bintang, bulan,
dan matahari. Kepercayaan kepercayaan yang berkembang pada masa Ibrahim ini,
penyembahan berhala, bintang-bintang, bulan, dan matahari, diisyaratkan oleh
al-Qur’an dalam surat al-An’am ayat 76-80.Selain itu,
pada masa jahiliyah jazirah Arab (sebagaimana peradaban lainnya) masih dipenuhi
dengan paham-paham penyembahan berhala, pohon, hewan, fenomena alam, dan
benda-benda angkasa seperti bintang, matahari, dan bulan seperti yang terjadi
pada masa Nabi Ibrahim.Namun demikian ada diantara mereka yang masih memegang
tradisi Ibrahim. Mereka inilah yang disebut kaum Ahnaf,(literal orang-orang yang lurus). Paham yang mereka
anut adalah monotheisme karena rata-rata mereka mengikuti ajaran Ya’kubi (di
Ghassan dan Syam), walaupun sebagian mengikuti paham Nestorian yang menuhankan Yesus (di wilayah Hirah).
Secara
umum, di Jazirah Arab, paham monoteisme bukanlah hal sangat baru.Maka disini
kita melihat bahwa faktor keluarga masih berperan dominan dalam penjagaan
ajaran tauhid.Nabi Muhammad dilahirkan dari keluarga Ahnafyang memegang tradisi Ibrahim.Satu hal yang sangat
penting dari tradisi Ibrahim yang dipegang teguh oleh para Ahnaf adalah penyembahan kepada Allah
saja.
Seperti
yang telah diuraikan di atas bahwa kenabian merupakan jembatan dari masa
transisional, dari masa primitif kepada masa rasioner maka akhir dari masa
transisional tersebut adalah pada masa Nabi Muhammad SAW sehingga setelah masa
tersebut, lambat laun manusia sudah meninggalkan kepercayaan yang primitif
berganti dengan masa rasioner, dimana manusia sepenuhnya menggunakan rasio atau
akal mereka dalam segala aspek kehidupan Dan setelah berakhirnya masa transisional,
maka berakhirlah pula masa kenabian. Oleh karena itu, saat ini kehadiran Nabi
sebagai penuntun ataupun penunjuk tidak dibutuhkan lagi karena manusia sudah
berada pada masa rasioner, manusia sudah dapat menggunakan akal mereka
sepenuhnya dalam segala hal sehingga mereka dapat mengetahui mana yang
seharusnya disembah dan mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk.
Ditinjau
dari segi sosiologis, kenabian (nubuwah) merupakan jembatan transisi dari masa
primitif menuju masa rasioner.Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk
membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang. Zaman kegelapan
di sini maksudnya adalah zaman yang penuh dengan keburukan-keburukan moral,
penyimpangan akhlak dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa zaman sebelum
diutusnya para Nabi dan Rasul sama dengan zaman primitif. Dikatakan primitif
karena manusia masih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan kepada yang
magis.Pada saat itu, manusia masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme
sebelum pada akhirnya sebagian dari mereka beralih kepada kepercayaan
monotheisme, dengan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah para Nabi dan
Rasul datang membawa risalah atau ajarannya.
Jika kita
melihat kepada sejarah masa lalu, maka akan dapat terbukti bahwa pada masa
sebelum kedatangan para Nabi dan Rasul, manusia masih berada pada pola
keyakinan yang terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan yang ada di alam ini. Sebagai
contoh yaitu kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pada masa Ibrahim yakni
kepercayaan kepada berhala.Selain kepercayaan terhadap berhala, kepercayaan
lama yang ada pada masa Ibrahim di wilayah timur tengah kuno, adalah
kepercayaan terhadap benda-benda luar angkasa, seperti bintang-bintang, bulan,
dan matahari. Kepercayaan kepercayaan yang berkembang pada masa Ibrahim ini,
penyembahan berhala, bintang-bintang, bulan, dan matahari, diisyaratkan oleh
al-Qur’an dalam surat al-An’am ayat 76-80.
Selain
itu, pada masa jahiliyah jazirah Arab (sebagaimana peradaban lainnya) masih
dipenuhi dengan paham-paham penyembahan berhala, pohon, hewan, fenomena alam,
dan benda-benda angkasa seperti bintang, matahari, dan bulan seperti yang
terjadi pada masa Nabi Ibrahim.Namun demikian ada diantara mereka yang masih
memegang tradisi Ibrahim. Mereka inilah yang disebut kaum Ahnaf,(literal orang-orang yang lurus).
Paham yang mereka anut adalah monotheisme karena rata-rata mereka mengikuti
ajaran Ya’kubi (di Ghassan dan Syam), walaupun sebagian mengikuti paham
Nestorian yang menuhankan Yesus (di wilayah Hirah).
Secara
umum, di Jazirah Arab, paham monoteisme bukanlah hal sangat baru.Maka disini
kita melihat bahwa faktor keluarga masih berperan dominan dalam penjagaan ajaran
tauhid.Nabi Muhammad dilahirkan dari keluarga Ahnafyang memegang tradisi Ibrahim.Satu hal yang sangat
penting dari tradisi Ibrahim yang dipegang teguh oleh para Ahnaf adalah penyembahan kepada Allah
saja.
Seperti
yang telah diuraikan di atas bahwa kenabian merupakan jembatan dari masa
transisional, dari masa primitif kepada masa rasioner maka akhir dari masa
transisional tersebut adalah pada masa Nabi Muhammad SAW sehingga setelah masa
tersebut, lambat laun manusia sudah meninggalkan kepercayaan yang primitif
berganti dengan masa rasioner, dimana manusia sepenuhnya menggunakan rasio atau
akal mereka dalam segala aspek kehidupan Dan setelah berakhirnya masa
transisional, maka berakhirlah pula masa kenabian. Oleh karena itu, saat ini
kehadiran Nabi sebagai penuntun ataupun penunjuk tidak dibutuhkan lagi karena
manusia sudah berada pada masa rasioner, manusia sudah dapat menggunakan akal
mereka sepenuhnya dalam segala hal sehingga mereka dapat mengetahui mana yang
seharusnya disembah dan mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk.
Ditinjau
dari segi sosiologis, kenabian (nubuwah) merupakan jembatan transisi dari masa
primitif menuju masa rasioner.Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk
membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang. Zaman kegelapan
di sini maksudnya adalah zaman yang penuh dengan keburukan-keburukan moral,
penyimpangan akhlak dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa zaman sebelum
diutusnya para Nabi dan Rasul sama dengan zaman primitif. Dikatakan primitif karena
manusia masih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan kepada yang magis.Pada
saat itu, manusia masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum
pada akhirnya sebagian dari mereka beralih kepada kepercayaan monotheisme,
dengan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah para Nabi dan Rasul datang
membawa risalah atau ajarannya.
Jika kita
melihat kepada sejarah masa lalu, maka akan dapat terbukti bahwa pada masa
sebelum kedatangan para Nabi dan Rasul, manusia masih berada pada pola
keyakinan yang terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan yang ada di alam ini. Sebagai
contoh yaitu kepercayaan yang dianut oleh masyarakat pada masa Ibrahim yakni
kepercayaan kepada berhala.Selain kepercayaan terhadap berhala, kepercayaan
lama yang ada pada masa Ibrahim di wilayah timur tengah kuno, adalah
kepercayaan terhadap benda-benda luar angkasa, seperti bintang-bintang, bulan,
dan matahari. Kepercayaan kepercayaan yang berkembang pada masa Ibrahim ini,
penyembahan berhala, bintang-bintang, bulan, dan matahari, diisyaratkan oleh
al-Qur’an dalam surat al-An’am ayat 76-80.
Selain
itu, pada masa jahiliyah jazirah Arab (sebagaimana peradaban lainnya) masih
dipenuhi dengan paham-paham penyembahan berhala, pohon, hewan, fenomena alam,
dan benda-benda angkasa seperti bintang, matahari, dan bulan seperti yang
terjadi pada masa Nabi Ibrahim.Namun demikian ada diantara mereka yang masih
memegang tradisi Ibrahim. Mereka inilah yang disebut kaum Ahnaf,(literal orang-orang yang lurus).
Paham yang mereka anut adalah monotheisme karena rata-rata mereka mengikuti
ajaran Ya’kubi (di Ghassan dan Syam), walaupun sebagian mengikuti paham
Nestorian yang menuhankan Yesus (di wilayah Hirah).
Secara
umum, di Jazirah Arab, paham monoteisme bukanlah hal sangat baru.Maka disini
kita melihat bahwa faktor keluarga masih berperan dominan dalam penjagaan
ajaran tauhid.Nabi Muhammad dilahirkan dari keluarga Ahnafyang memegang tradisi Ibrahim.Satu hal yang sangat
penting dari tradisi Ibrahim yang dipegang teguh oleh para Ahnaf adalah penyembahan kepada Allah
saja.
Asal
kata âkhirah (آخِرَة) adalah al-âkhir (الآخِر) yang berarti lawan dari al-awwal (الأوَّل) atau “yang terdahulu”. Kata itu
juga berarti “ujung dari sesuatu”,yang biasanya menunjuk pada jangka waktu.
Kehidupan
alam baka (kekal) setelah kematian/ sesudah dunia berakhir. peristiwa alam
akhirat sering kali diucapkan secara berulang-ulang pada beberapa ayat di dalam
Al Qur'an sebanyak 115 kali, mereka yang beragama samawi meyakini bahwa kehidupan akhirat
sebagai tempat dimana segala perbuatan seseorang di dalam kehidupan dunia ini
akan dibalas.
'Mudahnya meyakini adanya kehidupan setelah kematian sama mudahnya dengan meyakini adanya hari esok setelah hari ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya memetik setelah menanam'.
'Mudahnya meyakini adanya kehidupan setelah kematian sama mudahnya dengan meyakini adanya hari esok setelah hari ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya memetik setelah menanam'.
Akhirat (Bahasa Arab: الآخرة; transliterasi: Akhirah)
dipakai untuk mengistilahkan kehidupan alam baka (kekal) setelah kematian/
sesudah dunia berakhir. Pernyataan peristiwa alam akhirat sering kali diucapkan
secara berulang-ulang pada beberapa ayat di dalam Al Qur'an sebanyak 115 kali,[1] yang mengisahkan tentang Yawm al-Qiyâmah dan akhirat juga bagian penting
dari eskatologi
Islam.
Akhirat
dianggap sebagai salah satu dari rukun iman yaitu: Percaya Allah,
percaya adanya malaikat, percaya akan kitab-kitab suci, percaya adanya nabi
dan rasul dan percaya takdir dan
ketetapan. Menurut kepercayaan Islam, Allah akan memainkan peranan, beratnya
perbuatan masing-masing individu. Allah akan memutuskan apakah orang tersebut
di akhirat akan diletakkan di Jahannam (neraka) atau Jannah
(surga). Kepercayaan ini telah disebut sebelumnya sebagai Hari Penghakiman
dalam ajaran Islam.
Akhirat
adalah dimensifisik
dan hukum-hukum dunia nyata yang terjadi setelah dunia fana berakhir. Bagi
mereka yang beragama
samawi meyakini
bahwa kehidupan akhirat sebagai tempat dimana segala perbuatan seseorang di
dalam kehidupan dunia ini akan dibalas. Namun tidak sedikit juga orang yang
meragukan akan adanya kehidupan akhirat (kehidupan setelah kematian).
Mereka-mereka yang meyakini adanya kehidupan akhirat ada yang menyatakan:
'Mudahnya meyakini adanya kehidupan setelah kematian sama mudahnya dengan
meyakini adanya hari esok setelah hari ini, adanya nanti setelah sekarang,
adanya memetik setelah menanam'. Dengan meyakini adanya kehidupan akhirat
setelah kehidupan didunia ini akan menjaga seseorang dari bertindak sesuka
hatinya, karena ia yakin segala hal yang ia perbuat dalam kehidupannya sekarang
akan dituainya kemudian di alam setelah kematian.
Akhirat adalah kata dari bahasa arab dan secara literal, ia adalah kata
bentuk feminin dari kata “akhir” yang berarti ‘terakhir, yang terakhir. Ia
adalah istilah Islam yang artinya ruang abadi yang menjadi rumah kita yang
terakhir yang akan kita tuju setelah dunia ini dan disebut “hari kemudian”,
“kehidupan setelah kematian di dunia”
Ø Beriman
kepada hari akhir merupakan salah satu “Rukun Iman”
“Yang percaya kepada kitab yang diturunkan kepadamu dan yang
diturunkan sebelummu, dan mereka yakin terhadap hari kemudian.” (Surah
AlBaqarah, 4)
Ø
Awal hari kemudian adalah “kiamat”
Ketika kita melihat alam semesta, kita melihat bahwa segala sesuatu di
alam semesta, termasuk bumi, mempunyai masa “hidup” dan oleh karenanya juga
punya masa “mati”. Akhir dunia akan dimulai oleh malaikat “Isrofil”- yang
meniup sangkakala (terompet). Seluruh alam akan hancur dan semua makhluk hidup
akan binasa.
Fakta ini disebutkan dalam Quran di berbagai
ayat:
“Apabila matahari sudah digulung
Dan apabila bintang-bintang sudah bertabrakan
Dan apabila gunung sudah beterbangan
Dan apabila lautan sudah bertumpahan” (At-Takwir,
1,2,3,6)
“Apabila langit sudah terbelah (Infithar, 1)
Ketika sangkakala pertama kali ditiup, semua yang ada di bumi dan langit
akan binasa. Hanya malaikat Jibril, Mikail, Isrofil dan Izrail yang tetap
hidup. Kemudian Allah akan memerintahkan Izrail untuk mencabut nyawa Jibril,
Mikail,dan Isrofil. Akhirnya, Allah akan memerintahkan malaikat kematian
dan Izrail juga mati.” (Ihya Ulumuddin). Lalu, Isrofil diciptakan kembali. Ia
meniup sangkakala untuk kedua kalinya dan atas izin Allah semua makhluk akan
dibangkitkan.
Ø
Istilah-istilah yang berkaitan dengan
“akhirat”
·
“Mahsyar” adalah lapangan luas
dimana orang akan dikumpulkan setelah dibangkitkan. Berkumpulnya orang di
padang mahsyar ini disebut hasyr
·
“Hasyr” (dibangkitkan dan
dihimpunkannya orang-orang untuk diadili).
“Ya Tuhan kami! Engkaulah yang akan menghimpun semua manusia pada hari
kiamat nanti yang pasti akan datang. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari
janji-Nya”. (Surah Ali Imran,9)
·
”Hisab” artinya manusia akan
diadili dimana dan bagaimana mereka menghabiskan hidupnya. “pada waktu kamu
dihadapkan untuk diperiksa, tidak ada satu hal pun yang tersembunyi.”
“Barang siapa yang menerima buku catatan amalnya dari sebelah kanannya,
dia akan diperiksa perkaranya dengan ringan sekali, dia akan kembali pulang
kepada sanak saudaranya dengan hati gembira! Tetapi siapa yang menerima buku
catatan amalnya dari belakangnya, dia akan meneriakkan nasibnya yang malang,
dia akan masuk neraka.” (Surah al-Insyiqoq, 7-12)
·
“Mizan” (timbangan) adalah
neraca dimana amal baik dan buruk akan ditimbang.”Nanti di hari Kiamat akan
Kami adakan neraca yang adil. Seorangpun tidak akan diperlakukan secara zalim.
Sekalipun sebesar biji sawi, akan Kami perhitungkan juga. Cukuplah Kami sebagai
pemeriksa.” (Surah al-Anbiya,47)
Di hari
pembalasan, semua nabi, terutama nabi kita Nabi Muhammad (saw), para syuhada,
ulama, dan orang orang yang dipilih oleh Allah (swt) seperti anak yang sholeh
akan meminta ampunan bagi kaum mukminin. Ini disebut
·
“syafa’at” Semua nabi mempunyai
satu doa doa khusus yang dikabulkan. Aku menyimpan doaku untuk akhirat untuk
memberi syafa’at bagi ummatku” (Bukhari)
Di Hari Pembalasan, aku (NABI MUHAMMAD SAW) akan menjadi yang pertama
yang memberi syafa’at dan yang syafa’atnya diterima.” (Ibnu Majah)
·
“Liwa-ulhamd” adalah panji yang
akan berada di tangan nabi Muhammad (saw) dimana orang orang beriman akan
bernaung di bawahnya di Hari pembalasan.
“Aku akan menjadi pembawa “Liwa-ulHamd” (Panji
Pujian) di Hari Pembalasan.”
“Aku tidak mengatakannya untuk berbangga; di Hari
pembalasan panji itu akan berada ditanganku.” (Ibnu Majah)
·
“Kautsar” Adalah telaga yang
dari telaga tersebut Nabi Muhammad akan minum airnya bersama ummatnya sehingga
mereka tidak akan pernah lagi merasa haus. (Ada perbedaan pendapat tentang
kapan waktunya minum air telaga kautsar. Apakah sebelum atau sesudah Shirot?
Menurut pendapat yang diterima, ada dua telaga Kautsar, satu ada di surga; yang
satu lagi ada sebelum Shirot dan ada di Padang Mahsyar.)
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar:
Nabi bersabda: “Telagaku begitu luas sehingga perlu waktu sebulan untuk
menyebranginya. Airnya lebih putih dari pada susu dan baunya lebih harum dari
pada misik (kesturi), dan cangkir minumnya sama banyaknya dengan bintang
bintang di langit; dan siapapun yang meminumnya tak akan pernah merasa haus.”
(Bukhari, Kitab 8, volume 76, hadits 581).
·
“Shirot” Diriwayatkan oleh Abu
Sa’id Al-Khudri:Kami, para sahabat Nabi berkata, Ya Rosululloh! Apa itu
Shirot?’Beliau menjawab, “ Ia adalah sebuah jembatan yang licin dimana ada klem
dan kait seperti benih yang berduri yang lebar di satu sisi dan sempit di sisi
lainnya dan mempunyai duri duri pada ujungnya yang melengkung.
Benih berduri seperti itu terdapat di Najad dan disebut
As-Sa’dan. Sebagian orang beriman akan menyebrangi jembatan itu secepat mata
berkedip, sebagian secepat cahaya, angin yang berhembus kuat, kuda yang cepat,
onta betina. Jadi sebagian akan selamat tanpa terluka;sebagian akan selamat
setelah mendapat beberapa goresan luka, dan sebagian akan jatuh ke Neraka. Orang
terakhir akan menyebrang dengan diseret melewati jembatan.” (Shahih Bukhari-
Volume 9, Buku 93,Nomer 532)
·
“Jannah” Adalah tempat kekal
dimana orang beriman akan masuk dan memperoleh keindahan abadi atas
rahmat Allah (swt).
“Dan orang
orang beriman serta mengerjakan yang baik, mereka adalah penghuni surga yang
kekal. ( Surah al-Baqarah, 82)
·
“Jahannam” Adalah tempat
dimana orang kafir akan mengalami siksaan selamanya.
“Tetapiorang orang kafir dan yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu
ahli neraka yang kekal.” (Surah al-Baqarah,39)
Bagi mukminin yang berdosa , mereka akan masuk surga setelah mengalami
siksaan di neraka Jahannam sesuai dengan jumlah dosanya.
Akan tetapi, kita harus menganggap bahwa ungkapan seperti “sur,mizan,
shirot, kautsar” berkaitan dengan alam akhirat yang digambarkan sebagai
“terompet, neraca, jembatan, telaga” supaya dapat dimengerti oleh manusia.
Gambar yang dibayangkan yang membandingkan materi duniawi bukanlah bentuk
aslinya. Kita akan melihat gambaran yang sebenarnya nanti di alam akhirat.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Aqidah islam adalah keyakinan yang kuat
dan kokoh.akidah islam adalah ajaran tentang kepercayaan yang teguh terhadap
ajaran yang meliputi kemaha Esaan Allah SWT (tauhid) dan segala ajaranya, yang
tercakup kedalam rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah SWT, iman kepada
malaikat,iman kepada kitab, iman kepada rasul, iman kepeda hari kiamat, dan
iman kepada qohdo dan qodhar.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Lisaanul `Arab (IX/31 1:tj-~) karya
tbnu Nlanzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu'jamu! Wasiith (tl/614:tL.3-~).
2.
Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan
Asma' wa Shifat Allah.
3.
Lihat Buhuuts fii `Aqiidah Ahtis
Sunnah wat Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim at `Aql, cet.
!II Daarul `Ashimah/ th. 1419 H, `Aqiidah Ahiis Sunnah wal Jamaa'ah (hal.
13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim alHamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah
wal Jamaa'ah fil `Aqiidah oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim al-`Aql.
4.
Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin
Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45
5.
http://hasanassaggaf.wordpress.com/2010/06/01/sifat-nafsiyyah-salbiyah-maanimanawiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar